Thursday, January 27, 2011

Ciri-ciri pemimpin islam

Ummat Islam amat2 memerlukan kalangan pemimpin yang adil, takwa dan taat kepada suruhan Allah SWT, melaksanakan hukum-hukum Allah dan syariat Allah serta menjauhi segala larangan-Nya, kerana kelak di akhirat, jika mana2 pemimpin melanggar amanah Allah dan rakyat jelata,akan ditanya Rabbul Jalil akan peranan dan sumbangan kepada agama Islam, negara dan rakyat...memang berat tugas pemimpin...perlu memiliki ilmu utk mengimbangkan antara keperluan duniawi dan ukhrawi, bertugas sebagai pekerja kepada rakyat dan bukannya atas sebarang kepentingan diri, hanya mengharapkan keredhaan Allah SWT.

Kewajipan melantik pemimpin yang adil adalah merupakan satu tanggungjawab yang tidak dapat disangkal lagi buat setiap insan yang mengungkap dua kalimah syahadah ,ini kerana pemimpin adalah merupakan khalifah Allah yang melata diatas muka bumi allah ini.Kepincangan dalam pemilihan ini sebenarnya boleh membawa kepada lenyapnya keadilan dan keamanan dan seterusnya akan meletusnya kemungkaran dan kerosakan yang tidak terhingga.

Maka tidak hairanlah ,islam telah menjanjikan kedudukan yang tinggi kepada para imam yang adil dan mereka inilah pewaris para nabi yang sentiasa menjaga kesucian agama allah daripada terus dicemari.Sabda Rasulullah dalam hadisnya:

"Orang yang paling disayangi oleh Allah pada hari kiamat dan paling rapat kedudukan nya dengan Allah kelak ialah para imam yang adil". (Riwayat Tarmizi)

Justeru, Islam telah melakarkan kepada kita beberapa ciri yang perlu ada pada umara-rabbani ini.:antaranya:

1 . Islam . Pemimpin itu mestilah seorang muslim yang benar-benar menghayati agamanya. Ini kerana islam tidak membenarkan adanya golongan kafir yang memerintah umat islam.

2 . Adil . Sifat ini perlu dimiliki oleh pemimpin umat islam, ekoran begitu pentingnya tampuk pemerintahan yang dipegangnya itu. Ia adalah ibarat penyaksian kepada terlaksananya hukum Allah atau tidak dimuka bumiNya ini. Sebagimana syarat penerimaaan syahadah dalam hukum jenayah memerlukan sifat adil ini, maka apatah lagi tugas besar memimpin umat islam.

3 . Ilmu. Golongan ulama dan umara perlu digabungkan untuk membentuk satu kesatuan bersepadu merencanakan arah geraknya masyarakat Islam didalam kehidupan seharian. Apatah lagi kalau sifat ini dimiliki pula oleh seorang pemimpin yang berwibawa dan berhemah tinggi.

4 . Melaksanakan hukum Allah.

5 . Bersikap sama rata dan tidak berlaku zalim.

Sepotong kata-kata jawapan yang telah dinyatakan oleh Al-imam Hasan al Basri kepada Amirul Mukminin –Umar bin Abd Aziz ketika ditanya tentang apakah kriteria sebenar seorang pemimpin umat islam dengan katanya,

" Sesungguhnya Allah telah menjadikan para imam yang adil itu adalah pembaiki kepada kerosakan, pembetul kepada penyelewengan, pemusnah kepada kezaliman dan pembela kepada yang lemah, pembantu kepada yang dizalimi. Dialah yang melaksanakan hak-hak Allah kepada hambanya, mendengar ayat-ayat Allah dan memperdengarkannya kepada rakyatnya, melihat tanda kekuasaaannya dan memperlihatkannya kepada mereka, berjalan diatas tali Allah dan mengajak manusia bersamanya, dia umpama seorang hamba kepada para rakyatnya –menjaga harta dan juga keluarga tuannya, tidak sekali-kali menghukum dengan cara jahiliah dan mengikut hawa nafsu mereka,tidak menyelusuri jalan orang-orang yang zalim, tidak bersifat dengan golongan pembesar mustakbirin dalam menindas golongan lemah mustad'afin, dialah penjaga anak yatim, pembantu kepada orang–orang miskin, mendidik anak-anak mereka dan menjaga kaum tua mereka."

Beginilah syakhsiah yang kita cari, dan inilah kriteria kepimpinan yang diimpikan oleh Islam dalam masalah ini.Cuma apa yang diharapkan ialah mereka ini mampu untuk melaksanakan perintah dan hukum Allah diatas bumi ini.

Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.

Yang pasti bukan dengan demokrasi (demos= rakyat, kratos=kekuasaan). Karena prinsip demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam, dalam Islam tidak mengenal istilah "vox populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan.

Berkenaan dengan tata cara pemilihan kepala pemerintahan, berikut ini adalah kisah bagaimana sahabat Umar ketika mengakhiri jabatannya melakukan pemilihan khalifah pengganti dirinya.

Ketika khalifah Umar sedang kritis setelah ditikam oleh Abu Lu’lu, seorang Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika sedang memimpin sholat Subuh, maka beliau ditanya oleh sebagian orang Sahabat.

Mereka berkata: Berwasiatlah, wahai Amirul Mukminin, carilah pengganti.

Ia menjawab: Saya tidak mendapatkan orang yang lebih berhak dengan urusan ini daripada sekumpulan orang yang ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia beliau meridhai mereka. Kemudian Umar menyebut nama Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Sa’d, dan Abdurrahman. [HR Bukhari]

Beliau kemudian menunjuk Ibnu Umar sebagai saksi dan tidak diperbolehkan melakukan campur tangan dalam urusan ini (yakni ikut sebagai calon pengganti Umar, Subhanallah, demikian wara’nya Umar sehingga melarang anaknya sendiri untuk ikut dalam pemilihan kekhalifahan).

Keenam sahabat tersebut, adalah para pembesar sahabat, dan mereka adalah orang-orang yang ’alim terhadap ilmu agama dan pemerintahan. Belakangan inilah yang kemudian dikenal dengan majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan para ahli ilmu untuk masalah pemerintahan.

Bagaimana jalannya pemilihan khalifah selanjutnya?

Masih dalam hadits riwayat Imam Bukhari dalam bab keutamaan sahabat Utsman, diceritakan proses pemilihan tersebut.

Ketika selesai dikuburkan, berkumpullah sekawanan orang tersebut.

Abdurrahman berkata,”Jadikanlah urusan (pilihanmu)kepada tiga orang dari kamu.”

Zubair menjawab,”Aku menjadikan pilihanku kepada Ali.”

Thalhah berkata,”Sungguh aku menjadikan pilihanku kepada Utsman.”

Sa’d berkata:”Aku menjadikan pilihanku kepada Abdurrahman bin Auf.”

Kemudian Abdurrahman berkata:”Siapapun (dari) kamu yang terlepas dari urusan pilihan ini, maka kami akan menjadikan urusan kepemimpinan kepadanya, semoga Allah dan Islam akan mengawasinya.

Lalu terdiamlah kedua orang tua itu (pent. Ali dan Utsman).

Abdurrahman berkata,”Apakah kalian hendak menjadikan urusan kepemimpinan kepadaku? Semoga Allah mengawasiku agar aku tidak lengah memilih kalian yang paling utama.”

Mereka berdua menjawab,”Ya.”

Kemudian ia (Abdurrahman) memegang tangan salah satunya, lalu berkata,”Engkau mempunyai ikatan keluarga dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan lebih dahulunya pengetahuanmu dalam (masalah) Islam, semoga Allah mengawasimu. Bila aku menjadikanmu seorang amir tentu kamu akan berlaku adil dan bila aku menjadikan Utsman sebagai amir, tentu kamu akan mendengarkan dan mentaatinya.”

Kemudian ia menyendiri bersama yang lainnya, lalu berkata (seperti yang telah disebutkan). Dan ketika ia mengambil sumpah (janji), maka ia berkata,” Angkatlah tanganmu wahai Utsman.” Lalu ia membai’atnya, lalu Ali dan penduduk kampung masuk lalu membai’atnya.

[HR Bukhari]

* * * * *

Jadi ketika Umar radhiyallahu anhu memilih enam orang sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya, maka keenam orang ini kemudian berkumpul untuk menentukan siapa diantara mereka yang akan menjadi pengganti Umar.

Abdurrahman kemudian mengajukan usul agar 3 (tiga) orang dari 6 (enam) orang ini mundur dari kandidat. Ini adalah siyasah syar’iyah, dimana dengan mundurnya 3 orang akan memperkecil potensi friksi yang akan terjadi diantara mereka. Maka mundurlah Zubair, Thalhah dan Sa’d bin Abi Waqqash, masing-masing memberikan dukungan kepada Ali, Utsman dan Abdurrahman dengan satu suara.

Kemudian Abdurrahman berkata kepada Ali dan Utsman, siapa diantara mereka yang mau mengindurkan diri dari pencalonan. Ternyata keduanya diam saja. Abdurrahman kemudian bertanya apakah mereka berdua mewakilkan dirinya untuk melakukan pemilihan? Maka sepakat keduanya memberikan kewenangan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memilih antara Ali dan Utsman (karena dengan demikian Abdurrahman sekaligus mengundurkan diri dari pemilihan).

Baru kemudian pilihan dijatuhkan kepada Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam sejarah Islam.

Demikianlah prosesi pemilihan khalifah ketiga yang dilakukan oleh Umar dengan memilih enam orang pembesar sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya.

Kita juga mengenal cara pemilihan langsung oleh khalifah yang diganti dengan menunjuk langsung penggantinya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq kepada Umar bin Khattab radiyallahu anhuma.

Dan patut dicatat, bahwa sistem pemerintahan dalam kekhalifahan ini berlangsung sesuai dengan umur dari sang khalifah yang artinya tidak diganti melainkan jika si pemimpin ini sudah menemui batas usianya/wafat.

Mudah-mudahan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan bagaimana pelaksanaan mencari pemimpin ummat sepeninggal Nabi dan para Sahabatnya ridwanullah alaihim ajma’in. Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Jom Join